Ini “Senjata” ku

sustainablesuzy
Ultra Jaya
Teh Kotak
Campina

Berlatih untuk menjadi sebuah kebiasaan yang terlatih. Tentu banyak jalan yang disediakan Tuhan untuk manusia lakukan menuju kepda jalan yang baik.

Salah satu sedang saya latih untuk menjadi manusia baik adalah membiasakan diri di dalam tas saya terdapat wadah makan, peralatan makan berupa sendok, garpu, pisau, tas belanja dan botol minum.

Susah? Tentu, saya adalah tipe orang yang mudah untuk menghilangkan barang, sehingga tentu saja peralatan saya beberapa kali hilang. Tapi ini tidak membuat saya mundur untuk terus berlatih membawa “senjata” saya untuk mengurangi penggunaan wadah sekali pakai, setidaknya peralaan saya yang hilang dan ditemukan akan digunakan sehingga orang yang menemukannya itu juga menjadi mengurangi penggunaan wadah sekali pakai.

Ada sebuah kejadian yang pernah saya alami saat saya berbelanja di pasar.

“Bu, gak usah pakai kresek, masukin aja ke tas ini” kata saya.
“Duh, gak apa-apa, neng. Nanti tasnya kotor” jawab Ibu penjual sambil muka keheranan.

“Iya Bu, gak apa-apa, kalau kotor tinggal di cuci aja”

“Pakai kresek aja ya, gratis kok kreseknya”

Pada akhirnya saya cuma nyengir aja, mengambil belanjaan saya dan melepas kresek kemudian memasukan belanjaan saya kedalam tas saya. Kresek memang menjadi hal yang “wajib” ketika berbelanja, jadi tentu saja akan tabu jika kita menolak kresek kepada orang yang yang belum sadar terhadap banyaknya sampah plastik di Bumi.

(Kebiasaan ini sudah saya lakukan sejak lama, foto sebelah atas diambil tanggal 4 September 2016 yang masih berlangsung hingga saat ini. Foto sebelah bawah diambil tangal 7 September 2018)

Selain kresek, juga penggunaan sedotan plastik yang menurut saya tidak terlalu penting untuk kita. Sebenarnya, sedotan dipakai agar apa? Agar lipstick yang digunakan tidak hilang? Agar terlihat keren saat sedang minum minuman favorit kita. Nah, kita lebih mementingkan sedikit rupiah yang harus dikeluarkan sedikit saja untuk memulas kembali lipstick daripada peduli terhadap rupiah lainnya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi plastik dan ketika dibuang akan ada makhluk lainnya yang akan terkena dampak negatif dari sampah sedotan kita.

Ada kejadian juga ketika saya beberapa kali memesan minuman di sebuah cafe, saya sudah meminta tanpa menggunakan sedotan, tapi ternyata yang datang masih tetap menggunakan sedotan. Ketika saya tegur dan tanya kenapa masih menggunakan sedotan, pelayan meminta maaf dan mengambil sedotan tersebut, kemudian sedotan tersebut langsung dibuang kedalam wadah sampah. Oh, Tuhan. Maksud hati ingin sekaligus mengedukasi dan juga mengurangi penggunaan sedotan plastik, tapi apa daya orang yang belum mengerti tujuan baik yang sedang kita lakukan harus dikasihani.

Menyerah? Tentu saja tidak.

Lalu bagaimana saya bisa membuat orang disekitar saya paham dengan apa yang sadang saya perjuangkan?

Seperti kata Thich Nhat Hanh :

“Don’t try to show off to other people if you were saying “You know, I’m breathing in mindfully” Don’t worry what your sitting looks like from outside. Practice the non-practice practice. We can best convey the essence of the practice to other simply by doing it with our whole being”

Tidak perlu mengeluarkan banyak suara untuk menunjukan apa yang sedang dilatih dan diperjuangkan. Terus saja konsisten dan fokus. Ada saatnya nanti orang lain akan paham mengenai esensi yang saya lakukan hingga saat ini dan perlahan akan terketuk hati untuk mengikuti apa yang saya perjuangkan.

Maukah anda mendukung saya?