ecocampadmin

27Mar

Setiap kali kita membeli jajanan di pinggir jalan atau memesan makanan untuk dibungkus, ada satu hal yang seringkali luput dari perhatian kita: styrofoam. Bahan ini, meskipun praktis digunakan dalam budaya jajan di Indonesia, ternyata menjadi salah satu sumber sampah abadi yang sangat merusak lingkungan.

Styrofoam, dengan berbagai bentuknya yang beragam mulai dari kotak hingga mangkok, sering digunakan untuk membungkus makanan. Namun, penggunaan yang luas ini memiliki dampak yang serius terhadap lingkungan. Menurut laporan Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada tahun 2018 saja, sekitar 0,59 juta ton sampah yang masuk ke laut merupakan styrofoam.

Mengapa styrofoam dianggap sebagai sampah abadi? Salah satu alasan utamanya adalah karena sulit terurai. Dalam proses pembuatannya, styrofoam melibatkan bahan kimia seperti chlorofluorocarbons (CFC), yang dapat merusak lapisan ozon. Meskipun ada upaya untuk mendaur ulang styrofoam, biaya dan teknologi yang diperlukan untuk ini sangat tinggi.

Perlu waktu lebih dari 1 juta tahun bagi satu buah styrofoam untuk terurai secara alami. Bayangkan berapa banyak styrofoam yang digunakan setiap hari, dan betapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengurai semua sampah tersebut. Bahkan setelah satu juta tahun, styrofoam hanya akan berubah menjadi mikroplastik yang terus mencemari lingkungan.

Pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, termasuk melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah laut. Salah satu tujuannya adalah mengurangi penggunaan styrofoam hingga 75 persen pada tahun 2025.

Langkah-langkah seperti melarang penggunaan styrofoam atau plastik sekali pakai telah diterapkan di beberapa kota, termasuk Jakarta dan Bali. Dengan kesadaran dan tindakan bersama, kita dapat mengurangi dampak styrofoam sebagai sampah abadi yang merusak lingkungan, dan menjaga kelestarian bumi untuk generasi mendatang.

Mari kita satukan langkah untuk mengakhiri penggunaan styrofoam dan plastik sekali pakai

Kita semua tahu bahwa styrofoam dan plastik sekali pakai merusak lingkungan, mencemari lautan, dan membahayakan makhluk hidup. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mengambil langkah konkret dengan melarang penggunaannya. 

Dengan mengurangi penggunaan styrofoam dan plastik sekali pakai, kita tidak hanya melindungi lingkungan dan kesehatan kita, tetapi juga membuka peluang untuk mengembangkan industri yang ramah lingkungan dan memberdayakan ekonomi lokal. Mari bersatu untuk menjaga bumi kita agar tetap hijau dan lestari!

25Mar

Breathing in, I calm my body and mind. Breathing out, I smile. Dwelling in the present moment I know this is the only moment.”

― Thich Nhat Hanh, Being Peace

Membawa Kedamaian Melalui Kesadaran Bernafas: Pelajaran dari Thich Nhat Hanh Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, seringkali kita merasa terjebak dalam aliran aktivitas yang tak pernah berhenti. Dalam kekacauan ini, kesadaran akan napas bisa menjadi jalan menuju kedamaian yang lebih dalam. Thich Nhat Hanh, seorang biksu Buddha Vietnam yang dihormati, telah mengajarkan pentingnya kesadaran bernapas sebagai alat untuk menenangkan tubuh dan pikiran, serta untuk menghargai momen saat ini.

Dalam ajarannya, Thich Nhat Hanh menyoroti pentingnya menyadari setiap nafas yang kita ambil. Ketika kita bernafas masuk, kita merasakan kehadiran napas yang memasuki tubuh, membawa kehidupan dan energi baru. Ini adalah saat untuk merasakan kedamaian dan kehadiran dalam diri kita sendiri. Begitu pula saat kita bernapas keluar, kita melepaskan semua ketegangan dan kegelisahan yang mungkin kita alami. Ini adalah momen untuk melepaskan beban pikiran dan membebaskan diri dari belenggu pikiran yang cemas.

Namun, kesadaran bernapas tidak hanya sebatas pada tindakan fisik. Thich Nhat Hanh mengajarkan bahwa setiap kali kita bernapas, kita juga dapat membawa senyuman pada diri kita sendiri. Senyuman adalah manifestasi dari ketenangan dalam hati yang tercermin dalam setiap hembusan nafas kita. Ini adalah cara untuk menghadirkan keceriaan dan kebahagiaan dalam setiap momen kita.

Lebih dari sekadar teknik meditasi, kesadaran bernapas mengajarkan kita untuk tinggal di saat ini. Dengan mengakui bahwa saat ini adalah satu-satunya saat yang kita miliki, kita belajar untuk menghargai setiap momen yang kita alami. Dalam keadaan ini, kita melepaskan kecemasan akan masa depan yang belum pasti dan penyesalan akan masa lalu yang telah berlalu.

Dalam keseharian yang penuh dengan kegelisahan dan tekanan, praktik kesadaran bernapas menjadi penting. Ini bukan hanya tentang menenangkan diri kita sendiri, tetapi juga tentang membawa kedamaian ke dalam dunia di sekitar kita. Dengan menjadi sadar akan napas kita, kita menjadi lebih sadar akan diri kita sendiri dan lingkungan sekitar. Ini membantu kita untuk berhubungan lebih dalam dengan orang lain dan dengan dunia di sekitar kita dengan penuh perhatian dan kehadiran.

Dalam esensi ajarannya, Thich Nhat Hanh mengajak kita untuk mempraktikkan kesadaran bernapas sebagai cara untuk membawa kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup kita sehari-hari. Mari kita merenungkan ajaran yang bijaksana ini dan terapkan dalam setiap langkah kita, sehingga kita dapat menemukan kedamaian sejati dalam hidup kita.

04Mar

Mari kita pandangi segala hal di sekitar kita. Pernahkah kita menghitung seberapa banyak barang yang kita gunakan berbahan dasar plastik? Barangkali barang-barang yang menempel di badan juga berbahan dasar plastik! Jaket? Earbuds? Earphone? Bahkan helm yang kita gunakan pasti mengandung plastik! Di sekolah misalnya, kita menulis dengan pena yang berasal dari plastik. Bagaimana dengan tumbler dan wadah makan yang kita bawa? Tentu juga dari plastik!

Warna plastik bisa bermacam-macam. Bentuknya apalagi, entah dia bengkok atau tegak lurus. Uniknya, plastik memang tidak berat tetapi bisa saja sangat kuat untuk dihancurkan atau berguna untuk menahan beberapa barang berat. Plastik juga bisa dibentuk menjadi beragam bentuk, mudah dipindahkan kemanapun. Di sini kita dapat merasakan bahwa plastik adalah barang yang sangat baik untuk digunakan.

Namun demikian, kita tentu juga sudah akrab dengan masalah plastik. Mari kita pandangi lagi beberapa tempat di sekitar kita. Mungkin kebun, sungai, selokan, atau tanah di dekat kita. Ada berapa lembar plastik yang kita temukan di sana? Atau kalau ditimbang, ada berapa kilogram plastik yang mungkin kita dapatkan? Kalau ditanya, siapa yang membuangnya, mungkin jawabannya adalah kita sendiri. Nah, jika memang benar demikian jawabannya, perlu kita ketahui bahwa plastik butuh waktu ratusan hingga ribuan tahun terurai di tanah. Karena durasi yang lama inilah, plastik yang telah menjadi sampah justru menimbulkan beragam masalah lingkungan bila tidak diatasi.

Maka dari itu, ketimbang kita menimbun masalah karena plastik, ada baiknya plastik diolah kembali. Pengolahan sampah plastik ini terbukti memberikan dampak yang beragam. Dari segi kesehatan dan lingkungan, minimnya sampah plastik bermanfaat meningkatkan udara bersih dan lingkungan yang indah. Pun demikian, dengan pengolahan yang lebih serius, sampah plastik justru mendatangkan rezeki. Nah untuk itu, berikut beberapa ide bagaimana sampah plastik itu diolah lagi:

Pot tanaman
Celengan
Tempat alat tulis

Beberapa hal di atas adalah contoh. Tentu kita punya kreativitas masing-masing yang dapat membuat sampah plastik menjadi lebih berharga. Kreativitas kita juga akan mempengaruhi seberapa rumit dan canggihnya plastik-plastik tersebut diolah. Selamat mencoba, selamat hidup lebih ramah dengan lingkungan!

15Feb

Apa yang dimaksud dengan jejak karbon pribadi/individu?

Jejak karbon adalah jumlah emisi karbon atau gas yang dihasilkan dari berbagai kegiatan (aktivitas) manusia pada kurun waktu tertentu. Jejak karbon yang kita hasilkan akan memberikan dampak yang negatif bagi kehidupan kita di bumi, seperti kekeringan dan berkurangnya sumber air bersih, timbulnya cuaca ekstrim dan bencana alam, perubahan produksi rantai makanan, dan berbagai kerusakan alam lainnya.

Mengapa penggunaan listrik dapat menghasilkan jejak karbon? 

Konsumsi listrik adalah salah satu kontributor utama untuk jejak karbon. Tidak semua listrik dihasilkan dari sumber terbarukan atau bersih. Faktanya, sebagian besar listrik dunia berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, gas alam , dan minyak. Saat ini, 63,3% listrik global bergantung pada sumber yang mengeluarkan karbon dioksida dan gas rumah kaca (GRK) lainnya. Maka semakin besar energi listrik yang digunakan, tentu akan menghasilkan emisi karbon lebih banyak dari pembakaran bahan bakar fosil pada pembangkit listrik

Apakah benar mengurangi penggunaan listrik dapat membantu mengurangi emisi karbon? 

Dengan berhemat listrik, secara tidak langsung kita telah mengurangi kadar CO2 pada lapisan atmosfer karena sebagian besar gas CO2 dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar minyak dan batu bara. Manfaat selanjutnya dari menghemat energi listrik adalah mencegah peningkatan pemanasan global. Listrik banyak bersumber dari uap hasil pembakaran batu bara yang menyebabkan limbah emisi karbondioksida dan pencemaran lingkungan. Dengan menghemat energi listrik, kamu juga telah membantu wilayah-wilayah yang belum bisa mendapatkan energi listrik, agar sisa kapasitas daya tersebut bisa di peruntukan untuk mereka 

Bagaimana Cara Mengurangi Penggunaan Listrik yang dapat di lakukan di kehidupan sehari-hari? 

  • Kurangi jumlah waktu yang Anda habiskan menggunakan perangkat elektronik
  • Kurangi jumlah waktu yang Anda habiskan di internet, karena server internet menggunakan banyak listrik
  • Matikan lampu saat siang hari , memanfaatkan cahaya alami sebanyak yang Anda bisa sepanjang hari
  • Cabut kabel listrik yang tidak digunakan
  • Perbanyak menggunakan peralatan yang tidak memakai listrik

13Feb

Perubahan iklim (bahkan kini ‘krisis iklim) mempengaruhi bumi yang kita cintai ini. Perubahan atau krisis iklim telah menyebabkan beragam bencana alam. Sebut saja seperti banjir, kekeringan, dan perubahan cuaca yang tidak tentu. Intergovermental Panel of Climate Change (IPCC) pada 2015 yang dihadiri oleh para pemimpin dunia dari berbagai negara telah menyepakati untuk membatasi pemanasan global hingga titik 1.5o C. Kesepakatan bersama ini sangat berharga bagi kebaikan bumi rumah kita bersama ini. Selain itu, kesepatakan ini juga penting agar kita semua memahami darimana datangnya karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya yang menyebabkan krisis iklim selama ini. 

Apa dan Bagaimana tentang Jejak Karbon?

Dalam hidup sehari-hari, datangnya karbon dioksida dan gas rumah kaca ini berasal dari jejak karbon yang kita hasilkan dari aktivitas yang kita lakukan! Tetapi, jejak karbon itu apa yah? Jejak karbon adalah segala macam jenis gas rumah kaca yang dihasilkan melalui kegiatan manusia setiap harinya. Gas-gas tersebut berupa karbon dioksida (CO2), gas metana (CH4), nitro oksida (N2O) dan lain-lain. Nah, kita sering tidak sadar bahwa gas-gas tersebut berasal dari setiap kegiatan yang kita lakukan, entah kegiatan pribadi atau bersama. Jejak karbon pribadi ternyata bisa dihasilkan dari kendaraan pribadi yang kita gunakan, aktivitas rumah tangga, bahkan melalui makanan/minuman dan pakaian kita masing-masing. Sedangkan jejak karbon bersama dapat dihasilkan dari kegiatan yang sifatnya bersama juga. Sebut saja kegiatan industri dan pembangunan infrastruktur.

Keberadaan jejak karbon sebenarnya tidak sangat amat buruk bagi kita. Keberadaan jejak karbon justru sangat bermanfaat bagi kita untuk memerangi perubahan/krisis iklim yang kita hadapi saat ini. Untuk menghindari kemungkinan terburuk dari jejak karbon, kita sebenarnya dapat mengurangi kegiatan yang menghasilkan gas-gas di atas atau tidak melakukan aktivitas yang sekiranya tidak begitu penting atau kita butuhkan. Oleh karenanya memang di sini dibutuhkan kesadaran, kejernihan berpikir dan pertimbangan matang untuk melakukan aktivitas tertentu. 

Lantas bagaimana kesadaran, kejernihan berpikir dan pertimbangan matang tersebut dapat diwujudkan? Sebenarnya terdapat beberapa aktivitas sederhana yang dapat kita lakukan, berikut:

  1. Mengubah cara berpikir. Maksudnya apa? Di sini, kita mesti mempertimbangkan untuk memakai produk-produk ramah lingkungan. Pertimbangan tersebut mesti mencakupi: (a) apa saja yang menjadi pertimbangan kita untuk membeli produk tersebut; (b) bagaimana agar produk tersebut dapat dipakai dalam waktu lama; (c) dan bagaimana kemudian bila sudah tidak dipakai lagi, produk tersebut dapat didaur ulang demi kepentingan lain?
  2. Mengurangi penggunaan energi yang mestinya tidak terbuang cuma-cuma. Misalnya, kita dapat mengurangi penggunaan AC atau pendingin ruangan di musim dingin. Pengurangan ini tidak hanya mengurangi emisi karbon. Pengurangan ini juga dapat membuat kita lebih hemat secara finansial.   
  3. Lebih memilih untuk menggunakan sepeda gayung daripada kendaraan motor. Dalam sebuah penelitian, sebuah mobil yang berjalan sepanjang 64 km dapat menghasilkan karbon dioksida sebesar 7000 kg. Tentu hal ini berbanding terbalik ketika kita menggunakan sepeda. Dengan memilih bersepeda, kita akan mengurangi emisi karbon. Bahkan lebih dari itu, bepergian menggunakan sepeda justru lebih meningkatkan kesehatan kita dan dapat lebih cepat sampai tujuan di saat macet.
  4. Tentang memilih makanan. Ternyata makanan yang kita pilih dan konsumsi itu mempengaruhi iklim bumi! Produksi makanan berdaging misalnya dapat menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 60% dari segala aktivitas produksi makanan. Produksi makanan berdaging dalam skala global (dengan emisi yang dihasilkan dari kendaraan dan kegiatan lainnya) menyumbang emisi karbon sebesar 35%. Angka yang luar biasa tinggi! Tentunya demi mengurangi emisi karbon, kita dapat mempraktikan kegiatan tertentu, misalnya puasa daging di hari senin, jumat atau hari lain.  

Disadur dari

What Is the Carbon Footprint and Why Does It Matter in Fighting Climate Change? | Earth.Org oleh Hamza Badamasi

4 Steps to Reduce Your Carbon Footprint in 2024 | Earth.Org oleh Christiana JansenJohn Francetti, Matthew. Carbon Footprint Analysis. New York: CRC Press. 2013

23May

Demi mencapai tujuan PBB untuk mengurangi polusi plastik hingga 80% pada tahun 2040

Oleh Angela Symons: 17/05/2023
UNEP telah menerbitkan peta jalan 17 tahun ke depan untuk mengurangi polusi.
Polusi plastik dapat dikurangi hingga 80 persen pada tahun 2040, menurut sebuah laporan baru oleh Program Lingkungan Hidup PBB (UN Environment Program).
Target ambisius ini bergantung pada perubahan besar kebijakan dan penerapan teknologi yang ada dalam cara kita memproduksi, menggunakan, dan ‘membuang’ plastik.
Apa yang perlu diubah dalam kehidupan kita sehari-hari untuk mencapainya?

Lebih banyak toko isi ulang dan sistem pengembalian botol

Untuk mengurangi besarnya masalah, laporan tersebut menyarankan “menghapus plastik yang bermasalah dan tidak perlu.” Mempromosikan botol dan dispenser yang dapat diisi ulang, dan sistem pengembalian botol dan kemasan lain dapat membantu mengurangi polusi plastik hingga 30 persen, klaim UNEP.
UNEP mendorong pemerintah-pemerintah untuk membuat pendekatan ini lebih menarik bagi bisnis. Hal ini dapat membuat pendekatan toko isi ulang menjadi arus utama.
Banyak negara Eropa sudah menjalankan sistem pengembalian botol dll, yang memungkinkan konsumen mendapat kembali uang ketika mereka mengembalikan barang-barang seperti botol plastik untuk didaur ulang.
Inggris baru-baru ini telah mengumumkan akan memberlakukannya pada tahun 2025.

Daur ulang bisa menjadi lebih mudah dan lebih efektif

UNEP juga mengatakan daur ulang perlu menjadi lebih konsisten dan menguntungkan. Disarankan untuk menghapus subsidi bahan bakar fosil dan memberlakukan pedoman-pedoman produksi plastik untuk menjadikan produk-produk lebih mudah dapat didaur ulang.
Hal ini akan memungkinkan untuk mendaur ulang kemasan plastik sehari-hari di rumah hingga mengurangi polusi plastik sebesar 20 hingga 50 persen.

Lebih baik lagi, kemasan plastik diganti dengan bahan alternatif seperti kertas. Itu dapat menghasilkan penurunan polusi plastik sebesar 17 persen.

Bisakah pengurangan sampah plastik menghemat uang?

Beralih ke ekonomi sirkular dalam hal plastik akan menghasilkan penghematan hampir €1,8 triliun, mengingat ongkos daur ulang, kata UNEP.
Manfaat tambahan untuk kesehatan, iklim, polusi udara, ekosistem laut, dan biaya yang terkait dengan perkara-perkara hukum akan lebih besar lagi, lebih dari €3 triliun, klaimnya.
Transisi itu juga dapat menciptakan lapangan kerja bagi 700.000 orang pada tahun 2040, menurut UNEP.
Biaya penerapan sistem sirkular dapat dibebankan pada produsen melalui pajak, dengan pengarahan ulang investasi yang dialokasikan untuk produksi plastik, dan mengharuskan produsen membiayai pengumpulan, daur ulang, dan pembuangan plastik secara bertanggung jawab.
Laporan UNEP terbit menjelang Konferensi di Paris dari 29 Mei hingga 2 Juni 2023, di mana negara-negara akan merundingkan suatu perjanjian global yang bertujuan mengatasi sampah plastik.
Laporan tersebut memberi peringatan bahwa penundaan lima tahun dalam bertindak nyata dapat menyebabkan peningkatan 80 juta metrik ton polusi plastik pada tahun 2040.

Apa yang akan terjadi dengan sisa sampah plastik?

Bahkan jika pengurangan ini dilakukan, kita masih memiliki 100 juta ton sampah plastik-sekali-pakai setiap tahun, menurut UNEP.
UNEP menyarankan untuk mengatur dan menerapkan metode dan standar-standar keamanan untuk membuang sampah plastik yang tidak dapat didaur ulang. Antara lain, produsen juga harus dijadikan bertanggung jawab atas produk yang mengeluarkan mikroplastik beracun.
Namun, beberapa aktivis lingkungan hidup telah mengkritik UNEP karena mempromosikan praktik pembakaran sampah plastik yang mencemarkan, lapor kantor berita Reuters.

Sumber: https://www.euronews.com/green/2023/05/17/refill-stores-and-bottle-deposit-schemes-inside-the-un-goal-to-cut-plastic-pollution-by-80?utm_source=newsletter&utm_medium=green_newsletter&_ope=eyJndWlkIjoiOWI4MmZjMjBlM2VhYmE3NzZhNDU4MWI5YTBkZDk5ZTUifQ%3D%3D

(Terj. MHR. Please forward)


Catatan penerjemah: Semoga saran PBB ini dapat disambut baik terutama oleh warga dan pemerintah-pemerintah negara-negara Asia, benua yang paling banyak mencemarkan daratan dan lautan dengan plastik yang kini sebagai mikroplastik sudah masuk dalam rantai makanan dan dalam tubuh kita. Padahal, saran-saran ini tak begitu revolusioner sebab toko isi ulang, pengembalian botol, dan kemasan kertas adalah biasa-biasa di masa mudaku ketika belum ada plastik.

06Dec

Tidak terasa, sudah sejak 2015 program To Be A New Green Leader dilaksanakan dan mencetak lebih dari 225 Green Leaders. Pelatihan lingkungan ini mengadopsi pendidikan nilai nonformal yang disampaikan melalui wacana lingkungan hidup dan alam yang diingegrasikan dengan pengetahuan mengenai budaya dan ilmu pengetahuan sehingga memunculkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup dan alam, juga terwujudnya partisipasi aktif untuk menjaga lingkungan hidup dan alam Indonesia.

Pada tahun 2020, Green Leader angkatan 6 dilaksanakan di tengah pandemi secara virtual. Program yang biasanya dilakukan di Eco Camp terpaksa disebar ke berbagai sesi dalam kurun waktu 6 minggu dan dilaksanakan setiap Sabtu dan Minggu, dihadiri 20 tim peserta Green Leader. Selain dilakukan online, perbedaan Green Leader 6 dengan yang sebelumnya adalah bebas biaya alias gratis dan adanya kesempatan mengembangkan proyek kelompok dengan bantuan pendanaan dan mentoring. Hal ini bisa terwujud akibat dukungan sponsor yang luar biasa, yaitu Yayasan Astra Honda Motor, PT Saratoga Investama Sedaya, Tbk., PT ADARO ENERGY, Tbk., Asia Resources Pacific International Holdings Ltd (APRIL), Tanoto Foundation, OLYMP Bezner GmbH & Co. KG, PT Metro Garmin, dan Points of You® Indonesia.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, program Green Leader diikuti oleh peserta dari berbagai suku, ras, dan agama dari seluruh penjuru Indonesia dan mengajarkan persaudaraan, unity in diversity, mencintai alam, dan menjadi manusia berkualitas. Selama kegiatan, peserta Green Leader saling berbagi Kesadaran Baru Hidup Ekologis atau yang biasa disebut 7 sadar yaitu Berkualitas, Sederhana, Hemat, Peduli, Semangat Berbagi, Kebermaknaan, dan Harapan. Artikel lengkap tentang 7 sadar bisa kamu baca di sini.

Pada minggu 1 Green Leader, kita berkenalan dengan Eco Camp dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di Eco Camp, termasuk 4 pilar nilai dasar Eco Camp dan 7 kesadaran baru hidup ekologis.

Pada minggu 2, kita berkenalan dengan coaching menggunakan Points of You®, membuka hati dan belajar kebiasaan sehari-hari sebagai jalan spiritual kita. Kita belajar bahwa merawat rumah kita bersama sama dengan merawat diri sendiri.

Pada minggu 3, kita mengikuti Pachamama Symposium: Awakening The Dreamer, Changing The Dream dan membuat komitmen masing-masing terkait resolusi kita.

Pada minggu 4, kita menelusuri asal usul krisis iklim dan menemukan pengaruh konsumsi pada iklim, termasuk permasalahan sistem pangan, pertanian organik, dan manajemen sampah. Tapi, kita tahu apa yang bisa kita lakukan!

Pada minggu 5, kita berkenalan dengan Theory U, yaitu teori manajemen perubahan. Kita belajar 4 level mendengarkan, 4 level perubahan, dan 5 tahap proses Theory U.

Pada minggu 6, kita diingatkan tentang Active Hope, Seeing With New Eyes, dan diakhiri dengan merumuskan langkah menjadi tim Active Hope. Going Forth As A New Green Leader!

Setelah berproses selama 6 minggu, program Green Leader ini ditutup dengan sebuah closing festival yaitu virtual festival yang mengangkat tema “Be A Green Leader, Be A Good Change” yang terbuka untuk umum dan dihadiri pembicara-pembicara mumpuni terkait gaya hidup ramah lingkungan. Berikut poster kegiatannya.

Beberapa pembicara yang turut mengisi virtual festival Green Leader yaitu Dr.H.R.Moh.Darojat Ali, SIP, M.M, MSi, Perencana Ahli Madya Biro Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang membahas seputar potensi alam Indonesia.

Selain itu, ada juga Nada Arini, yang mendirikan Sustainable Indonesia karena keresahan hati pada berbagai hal yang bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari seperti pendidikan, ekonomi, sosial, lingkungan, yang ternyata sangat berhubungan erat. Sustainable Indonesia adalah sebuah sociopreneur yang fokus pada peningkatan kapasitas keberlanjutan.

Dihadiri pula oleh Gibran Tragari yang percaya bahwa segala sesuatu yang kita lakukan memberi dampak di luar sana, bisa berdampak baik, tetapi bisa juga berdampak buruk. Bermula dari pemikiran tersebut, Sendalu Permaculture dibangun dengan upaya menghasilkan apa yang kami konsumsi dan meminimalkan limbah.

“Dengan banyaknya masalah lingkungan di seluruh dunia yang terjadi saat ini, kami juga ingin orang-orang menyadari dan belajar bahwa kita dapat melakukan perubahan bahkan dalam kenyamanan rumah kita sendiri. Kami mencoba menghubungkan semua elemen hidup berkelanjutan dimulai dengan pertanian berkelanjutan. Kami juga mendorong komunitas di sekitar kami yang memiliki nilai yang sama untuk tumbuh bersama.” ujarnya.

Seputar limbah rumah tangga, Ernest Layman memulai Rekosistem usai berdiskusi bersama Joshua (Co-founder  & COO Rekosistem) Ernest melihat adanya permasalahan lingkungan merupakan isu pelik dan belum ada solusinya. Harus ada yang mau memulai berinovasi dan menginisiasi gerakan menyelesaikan masalah ini, maka dibuatlah Rekosistem yang fokus pada manajemen sampah untuk perusahaan maupun rumah tangga.

Selain itu, ada Hatta Kresna yang percaya bahwa keberagaman mampu membantu kita menyelesaikan berbagai masalah yang dekat di sekitar kita, tentu dengan perspektif global. Dari keberagaman yang ada di dunia ini, kearifan lokal merupakan solusi yang terbukti oleh para pendahulu menghadapi masalah-masalah itu. Kecintaan terhadap budaya dan kearifan lokal itu menjadi pupuk yang merawat passion Kresna mengupas rasa dan kebaikan alam Indonesia. Alam Indonesia memiliki kondisi tropis yang ramah bagi jamur, bakteri dan virus, tetapi menurutnya Bumi Indonesia juga menyimpan potensi solusi, yaitu kekayaan rempah dan herba.

Diskusi ditutup dengan sesi Bhinneka Tunggal Ika Untuk Ibu Pertiwi. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa Indonesia yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dalam hidup bermasyarakat dan beragama, bagaimana aplikasi Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana hidup rukun dan bertoleransi bersama umat beragama lain? Sesi ini dihadiri oleh Irfan Amalee (Muslim rep.), Nyoman Iswarayoga (Hindu rep.), Lopon Sangye Dorji (Buddhist rep.) dan Rm. Sarwanto SJ. (Catholic rep.)

Virtual festival ini dihadiri tenants yang membuka booth di aplikasi Hopin sebagai berikut: (temukan mereka di Instagram!)

@bulksource @sustainableindonesia @tazzadinaturale @ecoshop_bdg @lalokaessentials @letsgogreen.co @chelonimer @rahsa.nusantara @roeparasa.official @bagoesid @tortens_biteandtaste @agradaya @levain.id

Rangkaian acara Green Leader diselenggarakan oleh Eco Learning Camp (Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup) dan kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk semua pihak yang mendukung terlaksananya acara ini, terutama pihak sponsor yaitu:

Yayasan Astra Honda Motor

PT Saratoga Investama Sedaya, Tbk.

PT ADARO ENERGY, Tbk.

Asia Resources Pacific International Holdings Ltd (APRIL)

Tanoto Foundation

OLYMP Bezner GmbH & Co. KG

PT Metro Garmin

Points of You® Indonesia.

Ingin tahu lebih lanjut tentang program Green Leader? Caranya mudah:

  1. Stay tuned di Facebook kami di Eco Learning Camp (atau klik di sini) dan Instagram kami di @eco.learningcamp (atau klik di sini) untuk mengikuti program Green Leader selanjutnya
  2. Untuk video aftermovie Green Leader sebelumnya bisa kamu tonton di sini
  3. Untuk artikel tentang pelaksanaan Green Leader sebelumnya bisa kamu baca di sini

Sampai jumpa di acara Green Leader selanjutnya!

05Dec

Eco Camp bekerja sama dengan OLYMP Bezner KG mengajak anak peduli lingkungan sejak dini melalui pelatihan lingkungan Anak Bumi Olymp. Pelatihan ini dilaksanakan pada 27 Oktober 2020 di Taman Hutan Raya Djuanda, Bandung.

Hidup di perkotaan terkadang membuat kita lupa pada alam. Setiap hari kita melihat gedung-gedung pencakar langit, melewati jalan macet dan mendengar hiruk pikuk suasana kota yang bising. Terkadang, kita sampai lupa rasanya bersentuhan dengan alam, menikmati segarnya pepohonan, dan berada di antara suasana yang hijau. Sama halnya dengan anak-anak kita, yang tumbuh besar di perkotaan dan jarang melihat hutan yang rimbun. Bagaimana cara mendidik anak untuk peduli lingkungan, di saat mereka tumbuh besar di perkotaan?

(more…)