ecocampadmin

23May

Demi mencapai tujuan PBB untuk mengurangi polusi plastik hingga 80% pada tahun 2040

Oleh Angela Symons: 17/05/2023
UNEP telah menerbitkan peta jalan 17 tahun ke depan untuk mengurangi polusi.
Polusi plastik dapat dikurangi hingga 80 persen pada tahun 2040, menurut sebuah laporan baru oleh Program Lingkungan Hidup PBB (UN Environment Program).
Target ambisius ini bergantung pada perubahan besar kebijakan dan penerapan teknologi yang ada dalam cara kita memproduksi, menggunakan, dan ‘membuang’ plastik.
Apa yang perlu diubah dalam kehidupan kita sehari-hari untuk mencapainya?

Lebih banyak toko isi ulang dan sistem pengembalian botol

Untuk mengurangi besarnya masalah, laporan tersebut menyarankan “menghapus plastik yang bermasalah dan tidak perlu.” Mempromosikan botol dan dispenser yang dapat diisi ulang, dan sistem pengembalian botol dan kemasan lain dapat membantu mengurangi polusi plastik hingga 30 persen, klaim UNEP.
UNEP mendorong pemerintah-pemerintah untuk membuat pendekatan ini lebih menarik bagi bisnis. Hal ini dapat membuat pendekatan toko isi ulang menjadi arus utama.
Banyak negara Eropa sudah menjalankan sistem pengembalian botol dll, yang memungkinkan konsumen mendapat kembali uang ketika mereka mengembalikan barang-barang seperti botol plastik untuk didaur ulang.
Inggris baru-baru ini telah mengumumkan akan memberlakukannya pada tahun 2025.

Daur ulang bisa menjadi lebih mudah dan lebih efektif

UNEP juga mengatakan daur ulang perlu menjadi lebih konsisten dan menguntungkan. Disarankan untuk menghapus subsidi bahan bakar fosil dan memberlakukan pedoman-pedoman produksi plastik untuk menjadikan produk-produk lebih mudah dapat didaur ulang.
Hal ini akan memungkinkan untuk mendaur ulang kemasan plastik sehari-hari di rumah hingga mengurangi polusi plastik sebesar 20 hingga 50 persen.

Lebih baik lagi, kemasan plastik diganti dengan bahan alternatif seperti kertas. Itu dapat menghasilkan penurunan polusi plastik sebesar 17 persen.

Bisakah pengurangan sampah plastik menghemat uang?

Beralih ke ekonomi sirkular dalam hal plastik akan menghasilkan penghematan hampir €1,8 triliun, mengingat ongkos daur ulang, kata UNEP.
Manfaat tambahan untuk kesehatan, iklim, polusi udara, ekosistem laut, dan biaya yang terkait dengan perkara-perkara hukum akan lebih besar lagi, lebih dari €3 triliun, klaimnya.
Transisi itu juga dapat menciptakan lapangan kerja bagi 700.000 orang pada tahun 2040, menurut UNEP.
Biaya penerapan sistem sirkular dapat dibebankan pada produsen melalui pajak, dengan pengarahan ulang investasi yang dialokasikan untuk produksi plastik, dan mengharuskan produsen membiayai pengumpulan, daur ulang, dan pembuangan plastik secara bertanggung jawab.
Laporan UNEP terbit menjelang Konferensi di Paris dari 29 Mei hingga 2 Juni 2023, di mana negara-negara akan merundingkan suatu perjanjian global yang bertujuan mengatasi sampah plastik.
Laporan tersebut memberi peringatan bahwa penundaan lima tahun dalam bertindak nyata dapat menyebabkan peningkatan 80 juta metrik ton polusi plastik pada tahun 2040.

Apa yang akan terjadi dengan sisa sampah plastik?

Bahkan jika pengurangan ini dilakukan, kita masih memiliki 100 juta ton sampah plastik-sekali-pakai setiap tahun, menurut UNEP.
UNEP menyarankan untuk mengatur dan menerapkan metode dan standar-standar keamanan untuk membuang sampah plastik yang tidak dapat didaur ulang. Antara lain, produsen juga harus dijadikan bertanggung jawab atas produk yang mengeluarkan mikroplastik beracun.
Namun, beberapa aktivis lingkungan hidup telah mengkritik UNEP karena mempromosikan praktik pembakaran sampah plastik yang mencemarkan, lapor kantor berita Reuters.

Sumber: https://www.euronews.com/green/2023/05/17/refill-stores-and-bottle-deposit-schemes-inside-the-un-goal-to-cut-plastic-pollution-by-80?utm_source=newsletter&utm_medium=green_newsletter&_ope=eyJndWlkIjoiOWI4MmZjMjBlM2VhYmE3NzZhNDU4MWI5YTBkZDk5ZTUifQ%3D%3D

(Terj. MHR. Please forward)


Catatan penerjemah: Semoga saran PBB ini dapat disambut baik terutama oleh warga dan pemerintah-pemerintah negara-negara Asia, benua yang paling banyak mencemarkan daratan dan lautan dengan plastik yang kini sebagai mikroplastik sudah masuk dalam rantai makanan dan dalam tubuh kita. Padahal, saran-saran ini tak begitu revolusioner sebab toko isi ulang, pengembalian botol, dan kemasan kertas adalah biasa-biasa di masa mudaku ketika belum ada plastik.

06Dec

Tidak terasa, sudah sejak 2015 program To Be A New Green Leader dilaksanakan dan mencetak lebih dari 225 Green Leaders. Pelatihan lingkungan ini mengadopsi pendidikan nilai nonformal yang disampaikan melalui wacana lingkungan hidup dan alam yang diingegrasikan dengan pengetahuan mengenai budaya dan ilmu pengetahuan sehingga memunculkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup dan alam, juga terwujudnya partisipasi aktif untuk menjaga lingkungan hidup dan alam Indonesia.

Pada tahun 2020, Green Leader angkatan 6 dilaksanakan di tengah pandemi secara virtual. Program yang biasanya dilakukan di Eco Camp terpaksa disebar ke berbagai sesi dalam kurun waktu 6 minggu dan dilaksanakan setiap Sabtu dan Minggu, dihadiri 20 tim peserta Green Leader. Selain dilakukan online, perbedaan Green Leader 6 dengan yang sebelumnya adalah bebas biaya alias gratis dan adanya kesempatan mengembangkan proyek kelompok dengan bantuan pendanaan dan mentoring. Hal ini bisa terwujud akibat dukungan sponsor yang luar biasa, yaitu Yayasan Astra Honda Motor, PT Saratoga Investama Sedaya, Tbk., PT ADARO ENERGY, Tbk., Asia Resources Pacific International Holdings Ltd (APRIL), Tanoto Foundation, OLYMP Bezner GmbH & Co. KG, PT Metro Garmin, dan Points of You® Indonesia.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, program Green Leader diikuti oleh peserta dari berbagai suku, ras, dan agama dari seluruh penjuru Indonesia dan mengajarkan persaudaraan, unity in diversity, mencintai alam, dan menjadi manusia berkualitas. Selama kegiatan, peserta Green Leader saling berbagi Kesadaran Baru Hidup Ekologis atau yang biasa disebut 7 sadar yaitu Berkualitas, Sederhana, Hemat, Peduli, Semangat Berbagi, Kebermaknaan, dan Harapan. Artikel lengkap tentang 7 sadar bisa kamu baca di sini.

Pada minggu 1 Green Leader, kita berkenalan dengan Eco Camp dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di Eco Camp, termasuk 4 pilar nilai dasar Eco Camp dan 7 kesadaran baru hidup ekologis.

Pada minggu 2, kita berkenalan dengan coaching menggunakan Points of You®, membuka hati dan belajar kebiasaan sehari-hari sebagai jalan spiritual kita. Kita belajar bahwa merawat rumah kita bersama sama dengan merawat diri sendiri.

Pada minggu 3, kita mengikuti Pachamama Symposium: Awakening The Dreamer, Changing The Dream dan membuat komitmen masing-masing terkait resolusi kita.

Pada minggu 4, kita menelusuri asal usul krisis iklim dan menemukan pengaruh konsumsi pada iklim, termasuk permasalahan sistem pangan, pertanian organik, dan manajemen sampah. Tapi, kita tahu apa yang bisa kita lakukan!

Pada minggu 5, kita berkenalan dengan Theory U, yaitu teori manajemen perubahan. Kita belajar 4 level mendengarkan, 4 level perubahan, dan 5 tahap proses Theory U.

Pada minggu 6, kita diingatkan tentang Active Hope, Seeing With New Eyes, dan diakhiri dengan merumuskan langkah menjadi tim Active Hope. Going Forth As A New Green Leader!

Setelah berproses selama 6 minggu, program Green Leader ini ditutup dengan sebuah closing festival yaitu virtual festival yang mengangkat tema “Be A Green Leader, Be A Good Change” yang terbuka untuk umum dan dihadiri pembicara-pembicara mumpuni terkait gaya hidup ramah lingkungan. Berikut poster kegiatannya.

Beberapa pembicara yang turut mengisi virtual festival Green Leader yaitu Dr.H.R.Moh.Darojat Ali, SIP, M.M, MSi, Perencana Ahli Madya Biro Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang membahas seputar potensi alam Indonesia.

Selain itu, ada juga Nada Arini, yang mendirikan Sustainable Indonesia karena keresahan hati pada berbagai hal yang bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari seperti pendidikan, ekonomi, sosial, lingkungan, yang ternyata sangat berhubungan erat. Sustainable Indonesia adalah sebuah sociopreneur yang fokus pada peningkatan kapasitas keberlanjutan.

Dihadiri pula oleh Gibran Tragari yang percaya bahwa segala sesuatu yang kita lakukan memberi dampak di luar sana, bisa berdampak baik, tetapi bisa juga berdampak buruk. Bermula dari pemikiran tersebut, Sendalu Permaculture dibangun dengan upaya menghasilkan apa yang kami konsumsi dan meminimalkan limbah.

“Dengan banyaknya masalah lingkungan di seluruh dunia yang terjadi saat ini, kami juga ingin orang-orang menyadari dan belajar bahwa kita dapat melakukan perubahan bahkan dalam kenyamanan rumah kita sendiri. Kami mencoba menghubungkan semua elemen hidup berkelanjutan dimulai dengan pertanian berkelanjutan. Kami juga mendorong komunitas di sekitar kami yang memiliki nilai yang sama untuk tumbuh bersama.” ujarnya.

Seputar limbah rumah tangga, Ernest Layman memulai Rekosistem usai berdiskusi bersama Joshua (Co-founder  & COO Rekosistem) Ernest melihat adanya permasalahan lingkungan merupakan isu pelik dan belum ada solusinya. Harus ada yang mau memulai berinovasi dan menginisiasi gerakan menyelesaikan masalah ini, maka dibuatlah Rekosistem yang fokus pada manajemen sampah untuk perusahaan maupun rumah tangga.

Selain itu, ada Hatta Kresna yang percaya bahwa keberagaman mampu membantu kita menyelesaikan berbagai masalah yang dekat di sekitar kita, tentu dengan perspektif global. Dari keberagaman yang ada di dunia ini, kearifan lokal merupakan solusi yang terbukti oleh para pendahulu menghadapi masalah-masalah itu. Kecintaan terhadap budaya dan kearifan lokal itu menjadi pupuk yang merawat passion Kresna mengupas rasa dan kebaikan alam Indonesia. Alam Indonesia memiliki kondisi tropis yang ramah bagi jamur, bakteri dan virus, tetapi menurutnya Bumi Indonesia juga menyimpan potensi solusi, yaitu kekayaan rempah dan herba.

Diskusi ditutup dengan sesi Bhinneka Tunggal Ika Untuk Ibu Pertiwi. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa Indonesia yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dalam hidup bermasyarakat dan beragama, bagaimana aplikasi Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana hidup rukun dan bertoleransi bersama umat beragama lain? Sesi ini dihadiri oleh Irfan Amalee (Muslim rep.), Nyoman Iswarayoga (Hindu rep.), Lopon Sangye Dorji (Buddhist rep.) dan Rm. Sarwanto SJ. (Catholic rep.)

Virtual festival ini dihadiri tenants yang membuka booth di aplikasi Hopin sebagai berikut: (temukan mereka di Instagram!)

@bulksource @sustainableindonesia @tazzadinaturale @ecoshop_bdg @lalokaessentials @letsgogreen.co @chelonimer @rahsa.nusantara @roeparasa.official @bagoesid @tortens_biteandtaste @agradaya @levain.id

Rangkaian acara Green Leader diselenggarakan oleh Eco Learning Camp (Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup) dan kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk semua pihak yang mendukung terlaksananya acara ini, terutama pihak sponsor yaitu:

Yayasan Astra Honda Motor

PT Saratoga Investama Sedaya, Tbk.

PT ADARO ENERGY, Tbk.

Asia Resources Pacific International Holdings Ltd (APRIL)

Tanoto Foundation

OLYMP Bezner GmbH & Co. KG

PT Metro Garmin

Points of You® Indonesia.

Ingin tahu lebih lanjut tentang program Green Leader? Caranya mudah:

  1. Stay tuned di Facebook kami di Eco Learning Camp (atau klik di sini) dan Instagram kami di @eco.learningcamp (atau klik di sini) untuk mengikuti program Green Leader selanjutnya
  2. Untuk video aftermovie Green Leader sebelumnya bisa kamu tonton di sini
  3. Untuk artikel tentang pelaksanaan Green Leader sebelumnya bisa kamu baca di sini

Sampai jumpa di acara Green Leader selanjutnya!

05Dec

Eco Camp bekerja sama dengan OLYMP Bezner KG mengajak anak peduli lingkungan sejak dini melalui pelatihan lingkungan Anak Bumi Olymp. Pelatihan ini dilaksanakan pada 27 Oktober 2020 di Taman Hutan Raya Djuanda, Bandung.

Hidup di perkotaan terkadang membuat kita lupa pada alam. Setiap hari kita melihat gedung-gedung pencakar langit, melewati jalan macet dan mendengar hiruk pikuk suasana kota yang bising. Terkadang, kita sampai lupa rasanya bersentuhan dengan alam, menikmati segarnya pepohonan, dan berada di antara suasana yang hijau. Sama halnya dengan anak-anak kita, yang tumbuh besar di perkotaan dan jarang melihat hutan yang rimbun. Bagaimana cara mendidik anak untuk peduli lingkungan, di saat mereka tumbuh besar di perkotaan?

(more…)